asroel

Naxs samurai

Sunday, November 11, 2007

RESENSI BUKU

Judul : Evaluasi Program

Pengarang : DR. Farida Yusuf Tayibnapis, M.Pd

Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta

Tahun : 2000

Jumlah : Xii + 195

Harga : Rp. 24.000,00

Penulis : Moh. Amin Nasrullah

Evaluasi adalah hal yang sangat penting keberadaannya bagi sebuah program. Manfaat evaluasi adalah untuk melihat sejauh mana sebuah program dapat mencapai apa yang diharapkan. Semua hal dalam kehidupan ini dapat di evaluasi.

Dalam dunia pendidikan, obyek evaluasi yang sangat sering kita dengar adalah siswa dan mahasiswa. Mereka adalah sebagian dari obyek evaluasi. Pada dasarnya hampir semua unit training adalah obyek evaluasi. Namun secara umum dan sering kita dengar di Indonesia yang diosebut obyek penelitian adalah siswa dan mahasiswa, padahal bukan hanya itu saja.

Evaluasi memegang peranan penting dalam dunia pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka sebuah program pendidikan akan sulit diketahui keberhasilannya. Jika sudah demikian maka akan sulit juga mengambil keputusan untuk mengarahkan pendidikan terebut kearah yang lebih baik.

Evaluasi berguna bagi semua pihak yang terkait. Misalnya evaluasi program pendidikan, evaluasi ini akan bermanfaat dan sangat diperlukan bagi orang tua, kepala sekolah, dan pihak yang berwenang terhadap dunia pendidikan. Dengan adanya evaluasi orang tua bisa mengetahui sejauh mana sekolah telah melaksanakan programnya untuk memberikan pelayanan terhadap anaknya. Bagitu pula bagi para birokrat pendidikan, mereka akan dapat menentukan kebijakan apa yang harus diambil.

Buku yang di tulis oleh DR. Farida Yusuf Tayibnapis, M. Pd menjelaskan banyak tentang evaluasi program pendidikan. Beliau dengan sangat cerdas membahas mengenai evaluasi program dengan didasari oleh pendapat para ahli pendidikan. Didalam buku ini kita tidak hanya mendapatkan pendapat dari para ahli evaluasi pendidikan dari satu sudut saja, tetapi beliau mengutip dari beberapa pendapat para ahli dan kemudian kita dapat

menemukan yang kita cari dari pendapat-pendapat tersebut tentang pentingnya sebuah evaluasi program. Artinya kita tidak hanya mengetahui satu pendapat saja tetapi dapat mengetahui banyak pendapat untuk kemudian kita simpulkan sendiri.

Dalam buku ini kita juga bisa menemukan contoh-contoh yang juga bisa lebih memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap meteri yang disampaikan. Selain memberikan pemahaman tentang evalusai, dalam buku ini juga diberikan cara-cara untuk menyimpulkan dan menganalisis informasi yang kemudian dijadikan landasan untuk pengambilan keputusan.

Buku ini sangat penting untuk dibaca oleh mahasiswa kependidikan, guru, dosen, dan para pejabat yang membuat kebiujakan dalam bidang kepemdidikan, serta para pemerhati dunia pendidikan. Buku ini sudah sangat lengkap sehinga dengan hanya membaca buku ini sudah akan mendapatkan pemahaman yang memadai tentang evaluasi program, khususnya evaluasi program pendidikan

Tuesday, November 6, 2007

Ciri-ciri Evaluator


1. Mampu melaksanakan, persyaratan pertaman yang harus dipenuhi oleh evaluator adalah bahwa mereka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
2. Cermat, yaitu dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dievaluasi.
3. Objektif, tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya.
4. Tekun, sabar, dan tawakal di dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrumen mengumpulkan data dan menyusun laporan, tidak gegabah dan tergesa-gesa.
5. Hati-hati dan Bertanggung jawab, yaitu melaksanakan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani menanggung resiko atas segala kesalahannya

Perbedaan evaluator eksternal dan internal:

Evaluator eksternal adalah orang-orang yang tidak terkait dalam kebijakan dan implrmentasi program. Mereka berada diluar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan kebijakan yang sudah dilaksanakan.

Evaluator internal adalah petugas envaluasi program yang sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana program yang dievaluasi.

Monday, October 22, 2007

Resensi

Membangun Otonomi Sekolah
Judul Buku: Otonomi Pendidikan

Penulis: Hasbullah
Oleh: Moh. Amin Nasrullah KI-MPI UIN Syarif Hidayatullah

KEHADIRAN otonomi daerah (otda) merupakan salah satu bagian untuk memeratakan dan meningkatkan mutu pendidikan. Dengan otda tersebut mengharuskan adanya reorientasi dan perbaikan sistem manajemen penyelenggaraan pendidikan. Salah satunya adalah pelaksanaan konsepsi school based management dan community based aducation.

Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah mengharuskan adanya konsepsi di atas. Walaupun berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, hasilnya sampai saat ini belum memuaskan.

lokal, peningkatan kompetensi guru melalui berbagai latihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan masih banyak lagi.

Namun, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti, dan masih adanya kesenjangan peningkatan mutu pendidikan. Di kota-kota menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang pesat, tetapi di lain sisi ada yang masih memprihatinkan apalagi sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil.

Sejak digulirkannya reformasi dengan diundangkannya UU Otda, UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (yang disempurnakan menjadi UU No 32/2004 dan UU No 33/2004), maka lahirlah desentralisasi.

Tetapi bentuk otonomi dalam bidang pendidikan berbeda dengan otonomi bidang lainnya, karena dalam Otonomi Pendidikan tidak berhenti pada daerah tingkat kabupaten dan kota, tetapi langsung kepada sekolah sebagai ujung tombak penyelenggaraan pendidikan. Salah satu model otonomi pendidikan ini dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (MBS).

MBS, sebagai konsep dasar pendidikan masa kini, merupakan konsep manajemen sekolah yang memberikan kewenangan, kepercayaan, dan tanggung jawab yang luas bagi sekolah berdasarkan profesionalisme untuk menata organisasi sekolah, mencari, mengembangkan dan mendayagunakan sumber daya pendidikan yang tersedia, serta memperbaiki kinerja sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang bersangkutan.

Sementara itu, community based education merupakan konsepsi yang memberikan keleluasaan kepada masyarakat agar ikut serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi layanan pendidikan. Misalnya, swasta merupakan salah satu bentuk community based education.

Selain memberikan rasa memiliki bagi masyarakat terhadap sekolah yang dibinanya, community based education juga menciptakan iklim keterbukaan, dan memberikan kontrol bagi sekolah dalam mengelola sumber daya dan mutu pendidikan yang diinginkan.

Untuk melaksanakan otonomi daerah, school based management dan community based education, pemerintah telah melaksanakan serangkaian kebijakan untuk mendukung pelaksanaan otonomi di bidang pendidikan ini, seluruh kegiatan proyek pembangunan diarahkan untuk mendukung capacity building daerah kabupaten/kota dan bermuara langsung pada kegiatan pendidikan di sekolah.

Sumber daya pendidikan diarahkan untuk dapat digunakan langsung oleh sekolah dalam bentuk grant (imbal swadaya), dana bantuan operasional (DBO), bantuan operasional manajemen mutu (BOMN), bantuan operasional sekolah (BOS), pembangunan ruang kelas baru (RKB), perpustakaan, laboratorium dalam upaya memberikan kepercayaan kepada sekolah untuk meningkatkan kinerjanya.

Kehadiran MBS di Indonesia, di satu sisi merupakan suatu pembaruan dalam rangka peningkatan kualitas dan demokratisasi pendidikan serta disambut baik oleh pelaku dan penyelenggara pendidikan, namun di sisi lain masih mengundang kritik dan permasalahan yang harus menjadi perhatian utama pengelola pendidikan baik di tingkat kabupaten/kota maupun pada level pemerintah pusat.

Upaya untuk menghindari hal ini memang cukup rumit, karena pelaku-pelaku penyimpangan telah menyelinap sedemikian rupa dengan 'lihainya' dalam berbagai posisi yang dilewati dana penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, setiap adanya upaya penyaluran dana yang bersifat bantuan tersebut selalu mengundang perhatian dan kekhawatiran dari banyak pihak.

Sebagai karya yang mengusung tema pendidikan, buku ini tepat menjadi bahan kajian dalam menentukan kebijakan untuk menyelenggarakan pendidikan (sekolah). Selain itu, karya ini juga menyuguhkan undang-undang guru dan dosen sebagai pijakan untuk menata nasib masa depan guru dan dosen yang lebih baik. Mujtahid, dosen Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.lokal, peningkatan kompetensi guru melalui berbagai latihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan masih banyak lagi.

Namun, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti, dan masih adanya kesenjangan peningkatan mutu pendidikan. Di kota-kota menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang pesat, tetapi di lain sisi ada yang masih memprihatinkan apalagi sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil.

Sejak digulirkannya reformasi dengan diundangkannya UU Otda, UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (yang disempurnakan menjadi UU No 32/2004 dan UU No 33/2004), maka lahirlah desentralisasi.

Tetapi bentuk otonomi dalam bidang pendidikan berbeda dengan otonomi bidang lainnya, karena dalam Otonomi Pendidikan tidak berhenti pada daerah tingkat kabupaten dan kota, tetapi langsung kepada sekolah sebagai ujung tombak penyelenggaraan pendidikan. Salah satu model otonomi pendidikan ini dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (MBS).

MBS, sebagai konsep dasar pendidikan masa kini, merupakan konsep manajemen sekolah yang memberikan kewenangan, kepercayaan, dan tanggung jawab yang luas bagi sekolah berdasarkan profesionalisme untuk menata organisasi sekolah, mencari, mengembangkan dan mendayagunakan sumber daya pendidikan yang tersedia, serta memperbaiki kinerja sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang bersangkutan.

Sementara itu, community based education merupakan konsepsi yang memberikan keleluasaan kepada masyarakat agar ikut serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi layanan pendidikan. Misalnya, swasta merupakan salah satu bentuk community based education.

Selain memberikan rasa memiliki bagi masyarakat terhadap sekolah yang dibinanya, community based education juga menciptakan iklim keterbukaan, dan memberikan kontrol bagi sekolah dalam mengelola sumber daya dan mutu pendidikan yang diinginkan.

Untuk melaksanakan otonomi daerah, school based management dan community based education, pemerintah telah melaksanakan serangkaian kebijakan untuk mendukung pelaksanaan otonomi di bidang pendidikan ini, seluruh kegiatan proyek pembangunan diarahkan untuk mendukung capacity building daerah kabupaten/kota dan bermuara langsung pada kegiatan pendidikan di sekolah.

Sumber daya pendidikan diarahkan untuk dapat digunakan langsung oleh sekolah dalam bentuk grant (imbal swadaya), dana bantuan operasional (DBO), bantuan operasional manajemen mutu (BOMN), bantuan operasional sekolah (BOS), pembangunan ruang kelas baru (RKB), perpustakaan, laboratorium dalam upaya memberikan kepercayaan kepada sekolah untuk meningkatkan kinerjanya.

Kehadiran MBS di Indonesia, di satu sisi merupakan suatu pembaruan dalam rangka peningkatan kualitas dan demokratisasi pendidikan serta disambut baik oleh pelaku dan penyelenggara pendidikan, namun di sisi lain masih mengundang kritik dan permasalahan yang harus menjadi perhatian utama pengelola pendidikan baik di tingkat kabupaten/kota maupun pada level pemerintah pusat.

Upaya untuk menghindari hal ini memang cukup rumit, karena pelaku-pelaku penyimpangan telah menyelinap sedemikian rupa dengan 'lihainya' dalam berbagai posisi yang dilewati dana penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, setiap adanya upaya penyaluran dana yang bersifat bantuan tersebut selalu mengundang perhatian dan kekhawatiran dari banyak pihak.

Sebagai karya yang mengusung tema pendidikan, buku ini tepat menjadi bahan kajian dalam menentukan kebijakan untuk menyelenggarakan pendidikan (sekolah).

Monday, October 1, 2007

Validitas

Validitas atau kesahihan menunjukan pada kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur (…. a valid measure if it succesfully measure the phenomenon), seseorang yang ingin mengukur tinggi harus memakai meteran, mengukur berat dengan timbangan, meteran, timbangan merupakan alat ukur yang valid dalah kasus tersebut. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel/konsep yang tidak bisa diukur secara langsung, maslah validitas menjadi tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun tidak sederhananya suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.

Mengingat pentingnya masalah validitas. Maka tidak mengherankan apabila Para Pakar telah banyak berupaya untuk mengkaji masalah validitas serta membagi validitas ke dalam beberapa jenis, terdapat perbedaan pengelompokan jenis-jenis validitas, Elazar Pedhazur menyatakan bahwa validitas yang umum dipakai tripartite classification yakni Content, Criterion dan Construct, sementara Kenneth Bailey mengelompokan tiga jenis utama validitas yaitu : Face validity, Criterion Validity, dan construct validity, dengan catatan face validity cenderung dianggap sama dengan content validity. Berikut ini akan dikemukakan beberapa jenis validitas yaitu :

Validitas Rupa (Face validity). Adalah validitas yang menunjukan apakah alat pengukur/instrumen penelitian dari segi rupanya nampak mengukur apa yang ingin diukur, validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen. Menurut Djamaludin Ancok validitas rupa amat penting dalam pengukuran kemampuan individu seperti pengukuran kejujuran, kecerdasan, bakat dan keterampilan.

Validitas isi (Content Validity). Valditas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.

Validitas kriteria (Criterion validity). Adalah validasi suatu instrumen dengan membandingkannya dengan instrumen-pengukuran lainnya yang sudah valid dan reliabel dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya signifikan maka instrumen tersebut mempunyai validitas kriteria. Terdapat dua bentuk Validitas kriteria yaitu : Validitas konkuren (Concurrent validity), Validitas ramalan (Predictive validity). Validitas konkuren adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran untuk mengukur gejala tertentu pada saat sekarang kemudian dibandingkan dengan instrumen pengukuran lain untuk konstruk yang sama. Validitas ramalan adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran memprediksi secara tepat dengan apa yang akan terjadi di masa datang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan.

Validitas konstruk (Construct Validity). Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.

Lebih jauh Jack R. FraenkelI meneyatakan bahwa untuk mendapatkan validitas konstruk ada tiga langkah di dalamnya yaitu :

Variabel yang akan diukur harus didefinisikan dengan jelas

Hipotesis, yang mengacu pada teori yang mendasari variabel penelitian harus dapat membedakan orang dengan tingkat gradasi yang berbeda pada situasi tertentu

Hipotesis tersebut diuji secara logis dan empiris.

Dalam upaya memperoleh validitas konstruk, maka seorang peneliti perlu mencari apa saja yang menjadi suatu kerangka konsep agar dapat menyusun tolok ukur operasional konsep tersebut. Pencarian kerangka konsep menurut Djamaludin Ancok dapat ditempuh beberapa cara :

Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan oleh para akhli yang tertulis dalam buku-buku literatur.

Mendefinisikan sendiri konsep yang akan diukur, jika tidak diperoleh dalam buku-buku literatur

Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden.

Mengingat pentingnya pendefinisian suatu konsep yang ingin diukur, maka seorang peneliti perlu mencermatinya, sebab definisi suatu konsep perlu dikembangkan dari mulai definisi teoritis, definisi empiris, sampai definisi operasional (dapat dipadankan dengan konsep teori, konsep empiris, konsep analitis/operasional, atau dengan konsep, dimensi, dan indikator) pemahaman definisi tersebut dapat dijadikan awal yang strategis untuk penjabaran konsep sampai diperoleh indikator, untuk kemudian disusun item-item yang diperlukan untuk sebuah instrumen penelitian.

Sementara itu Elazar J. Pedhazur mengemukakan tiga pendekatan dalam Validasi konstruk yaitu : 1). Logical analysis; 2). Internal structure analysis; 3). Cross-structure analysis. Analisis logis dalam konteks validasi konstruk dimaksudkan untuk membentuk hipotesis pembanding sebagai alternatif penjelasan berkaitan dengan konstruk/konsep yang akan diukur, hubungan antar konsep dan yang sejenisnya. Dalam pendekatan ini langkah yang diperlukan adalah pendefinisian konstruk/konsep, penentuan kesesuaian isi item dengan indikator, serta penentuan prosedur pengukuran.

Analisis struktur internal merupakan pendekatan kedua dalam validasi konstruk, analisis ini berkaitan dengan validitas indikator dari suatu konsep/konstruk, artinya indikator-indikator yang digunakan bersifat homogin (dalam tingkatan minimum) serta mengukur konsep yang sama (terdapatnya kesesuaian antara indikator-indikator dengan konsepnya).Sementara itu analisis struktur silang berkaitan dengan pengkajian analisis internal dari masing-masing konsep terhubung (yang unobservable) yang dihubungkan pada tataran empirisnya (indikator), sebab pada tataran inilah suatu hipotesis diuji.

2.3.1.1. Perhitungan/pengujian Validitas Instrumen

Apabila langkah-langkah tersebut di atas telah dilakukan, paling tidak langkah penjabaran konsep yang kemudian diikuti dengan penyusunan item-item instrumen, maka perhitungan statistik dapat dilakukan untuk perhitungan/pengujian validitas instrumen pengukuran. Perhitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi internal (sering juga disebut validitas item atau discriminating power/daya diskriminasi item), dalam arti sampai sejauh mana item-item mampu membedakan antara individu yang memiliki dan tidak memiliki sifat dari item pengukuran, hal ini berarti juga bahwa item-item dalam instrumen mengukur aspek yang sama. Dalam hubungan ini langkah yang dilakukan adalah dengan cara mengkorelasikan antara skor tiap item dengan skor total.

Dalam melakukan perhitungan korelasi antara skor item dengan skor total dapat menggunakan rumus korelasi Product moment apabila nilai-nilai skala telah dilakukan konversi menjadi interval (atau secara langsung dianggap interval dengan mengacu pada pendapat bahwa nilai skala dapat diperlakukan sebagai data interval), atau menggunakan rumus korelasi tata jenjang (Rank-Spearman). Untuk memperjelas cara perhitungannya berikut ini akan dikemukakan contoh perhitungan korelasi Product momen (cara perhitungan dengan berbagai variasi dapat dilihat dalam Bab 4) dan korelasi tata jenjang Spearman.

Sebuah instrumen penelitian/pengukuran terdiri dari 10 item dan disebarkan pada 10 orang responden dengan hasil skor seperti dalam tabel 2.2. perhitungan korelasi dilakukan untuk tiap item dari item nomor 1 sampai item no 10, untuk contoh perhitungan akan diambil item no 2

Monday, September 24, 2007

Nama Madrasah : MI. DARUL HIDAYAH Kelas : 1 B

Alamat : Jl. KH. Manshur Poris Pelawad Indah Semester ke :1

Nama Siswa : Haynun Natul Zuairiyah Tahun Pelajaran:2006/2007

Nomor Induk : 06 11 95

A.

Mata Pelajaran

Aspek Penilaian

Nilai

Catatan Guru

Angka

Huruf

1.

Pendidikan Agama Islam




Alhamdulillah penguasaan seluruh aspek bagus, tingkatkan terus semangat kompetensi belajar untuk menuju yang terbaik


a. Qur’an dan Hadits

Penguasaan Ilmu

90

Sembilan puluh

Membaca

90

Sembilan puluh

Menghafal

90

Sembilan puluh

Menulis

80

Delapan puluh

Penerapan

90

Sembilan puluh

b. Aqidah Akhlak

Penguasaan Ilmu

90

Sembilan puluh


Penerapan

85

Delapan puluh lima

c. Fiqih

Penguasan Konsep

87

Delapan puluh tujuh


Penerapan

85

Delapan puluh lima

d. SKI

Penguasan Konsep




Peneladanan



2.

Pendidikan Kewarganegaraan

Pengusan Ilmu

86

Delapan puluh enam


Penerapan

82

Delapan puluh dua

3.

Ilmu Pengetahuan Sosial

Pengusaan Ilmu

85

Delapan puluh lima


Penerapan

85

Delapan puluh lima

4.

Bahasa Indonesia

Pengusaan Bahasa

90

Sembilan puluh

Selamat, terus tingkatkan prestasimu dan selalu bersyukur kepada Allah AWT.

Mendengarkan

90

Sembilan puluh

Berbicara

85

Delapan puluh lima

Membaca

90

Sembilan puluh

Menulis

90

Sembilan puluh

5.

Bahasa Arab

Pengusaan Bahasa

86

Delapan puluh enam


Mendengarkan

85

Delapan puluh lima

Berbicara

90

Semblan puluh

Membaca

90

Sembilan puluh

Menulis

85

Delapan puluh lima

6.

Matematika

Pengusaan llmu

85

Delapan puluh lima


Penalaran dan Komunikasi

80

Delapan puluh

Pemecahan Masalah

80

Delapan puluh

7.

Ilmu Pengetahuan Alam

Pengusaan Konsep

90

Sembilan puluh


Keterampilan Pengetahuan Alam

85

Delapan puluh lima

8.

Seni Budaya dan Keterampilan

Keterampilan Seni

78

Tujuh puluh delapan


Kerajinan

70

Tujuh puluh

9.

Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan

Permainan dan Olah Raga

60

Enam puluh


Aktivitas Pengembangan

60

Enam puluh

Uji diri/Senam



B.

Muatan Lokal






a. B Inggris……………….

Membaca

80

Delapan puluh


Menulis

80

Delapan puluh

b. Sempoa…….......................

Pengusaan Ilmu

80

Delapan puluh


Penerapan

80

Delapan puluh

C.

Pengembangan Diri






a. ………………..





b. ………………..






Jumlah Nilai


3014

Tiga ribu empat belas



Nilai Rata-rata


83.72

Delapan puluh tiga koma tujuh dua


Nama Madrasah : MI. DARUL HIDAYAH Kelas : 1 B

Alamat : Jl. KH. Manshur Poris Pelawad Indah Semester ke : 1

Nama Siswa : Haynun Natul Zuairiyah Tahun Pelajaran: 2006 / 2007

Nomor Induk : 06 11 95

PERILAKU

1. Kelakuan : Sikap /perilaku terhadap teman dan guru sudaj sangat baik

2. Kerajian dan Kedisiplinan : Kerajianan dan kedisiplinan sudah sangat baik

3. Kerapiahan : Kerapaihan dalam berpakian dan bertindak sudah baik

4. Kebersihan : Dalam menjaga kebersihan masih perlu motivasi



KEGIATAN BELAJAR PEMBIASAAN

1. Rutin : Upacara, Tadarrus

2. Spontan : Jabat tangan, mengucapkan salam, sopan santun, membuang sampah





Ketidakhadiran

Hari

1. Sakit

3

2. Izin

1

3. Tanpa Keterangan

1

Diberikan di : Cipondoh

Tanggal : 30-12-2006

Mengetahui
Wali Kelas Orang Tua/Wali
(Syahru Wardi) (Imas Masithoh)

Tuesday, September 18, 2007

KESEDERHANAAN
MEMBICARAKAN konsep kesederhanaan dalam Islam bukanlah bererti mempersoalkan keimanan dan amalan seseorang. Karena iman itu adalah jelas konsepnya, iaitu mengakui kewujudan Allah, kekuasaan dan ketinggian-Nya serta kesempurnaan sifat-Nya.
Konsep kesederhanaan ini dilihat dalam konteks yang lebih luas adalah terungkap di dalam firman Allah s.w.t. yang menyebut tentang umat ini sebagai umat pertengahan - (ummatan wasatan).
Umat yang membawa amalan kesederhanaan, atau umat pertengahan, ialah umat yang diciptakan Allah sebagai umat yang bertindak secara adil dan saksama untuk mewujudkan kesejahteraan manusia di dunia yang membawa kesejahteraan di akhirat.
Umat Islam yang beriman ialah umat yang menerima perintah Allah tanpa soal jawab lagi. Bagaimanapun mereka tidak pula cuba untuk menggambar atau memikirkan tentang zat Allah. Mereka hanya boleh memikir, mengkaji dan memeriksa kejadian dan seluruh makhluk dan ciptaan Allah, tetapi tidak cuba untuk memikirkan tentang zat Allah, kerana hal ini adalah di luar kemampuan pemikiran mereka. Zat Allah tidak dapat diperiksa dengan ukuran-ukuran fikiran manusia iaitu dengan cara menggunakan logik, perbandingan (analog), definisi dan mencari kriteria-kriteria atau piawaian yang tertentu. Manusia yang cuba menerokai aspek ini, mungkin akan berakhir dengan kesesatan dan jalan buntu yang tiada penyelesaiannya.
Percubaan-percubaan mengkaji dan memikirkan zat Tuhan dengan ukuran-ukuran duniawi, dan kebendaan inilah yang juga menghasilkan kepercayaan menyeleweng seperti kepercayaan yang mengatakan bahawa Tuhan mempunyai anak, atau malaikat-malaikat itu anak-anak perempuan Tuhan dan sebagainya.
Segolongan manusia lain pula telah melampaui batasan iman dengan kepercayaan mereka bahawa dunia dan makhluk serta segala sesuatu yang wujud di dalam alam ini terjadi dengan sendirinya mengikut undang-undang tabii. Segala-galanya akan berjalan dengan baik sehinggalah berlaku sesuatu kesilapan tabii yang akan mengakibatkan kemusnahannya. Kepercayaan ini berasaskan kepada penemuan-penemuan akal manusia tentang proses perubahan alam yang dikajinya, penemuan-penemuan baru dan sebagainya.
Allah mengingatkan golongan ini bahawa kejadian langit dan bumi seharusnya membawa manusia kepada beriman, iaitu apabila manusia mengkaji kejadian alam dan segala ciptaan Allah, menemui rahsia yang tersembunyi di daratan dan di lautan, serta perut bumi, manusia seharusnya akan yakin tentang kewujudan Penciptanya yang berkuasa dan maha besar, iaitu Allah s.w.t. (al-Quran Al-Imran, 3 Ayat 190). Lihat juga al-Quran:2:164, 3:191).
Jadi, dapatlah dikatakan bahawa Islam mengambil jalan tengah dalam menanamkan keyakinan dan keimanan kepada Allah, iaitu tidak hanya dengan penonjolan fizikal dan bukti-bukti empirikal sahaja, dan tidak pula dengan unsur-unsur maknawi secara ''abstrak'' semata-mata sehingga sukar untuk manusia memerhati dan memahaminya.
Malah Islam meletakkan asas-asas kepercayaan manusia berdasarkan pemikiran akal, ajaran-ajaran kerohanian dan ''ta'ababudi'' iaitu kepercayaan mutlak kepada Allah tanpa bersoal jawab dalam bahagian-bahagian yang telah ditentukan.
Islam meletakkan kuat kuasa peraturan dan ajarannya mengikut kemampuan manusia untuk mematuhi dan melaksanakannya. Al-Quran menegaskan tentang perkara ini seperti berikut maksudnya:
''Allah menghendaki kemudahan bagi Kami, dan Allah tidak menghendaki kesusahan bagi Kami''. - (al-Quran 2:185)
''Allah tidak memberatkan seseorang kecuali apa yang terdaya olehnya''. - (al-Quran 2:286)
Malah Allah mengajar hamba-Nya supaya meminta dan merayu kepada-Nya dengan makna yang dinyatakan di dalam ayat berikut maksudnya:
''Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat sebagaimana yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu daripada kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak terdaya memikulnya''. - (al-Quran 2:286).
Diriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w. ketika diminta memilih di antara dua pendapat, maka baginda sering memilih yang lebih ringan selama mana ianya tidak ditegah Allah. Baginda telah ditanya tentang kewajipan menunaikan haji iaitu adakah diwajibkan pada setiap tahun. Baginda menjawab bahawa sekiranya baginda menjawab ''ya'' maka hal ini akan menjadi wajib. Baginda juga pernah menegaskan:
''Bahawa Allah mengeluarkan perintah-Nya kepada kamu supaya melakukan sesuatu kewajipan, maka lakukanlah, jangan disia-siakan. Dia (Allah) telah menentukan sempadan-sempadannya, janganlah kamu melampauinya. Dia (Allah) menegahkan kamu dari melakukan sesuatu perbuatan, maka janganlah lakukannya''.
Hal ini membuktikan bahawa Islam amat bertimbang rasa dan mengambil berat akan kemampuan manusia dalam meletakkan sesuatu peraturan dan undang-undangnya. Ibadat puasa dan sembahyang umpamanya diwajibkan dengan sepenuhnya ke atas manusia yang sihat tubuh badan, sihat akal fikiran dan tidak ada unsur-unsur tertentu yang menghalangnya daripada menunaikan ibadat itu dengan memuaskan. Tetapi sekiranya manusia tidak mampu kerana kesihatan badannya terganggu, atau ketika mengembara yang pada ketika itu si pengembara akan mengalami sedikit kesulitan masa, tenaga, tempat yang asing dan sebagainya, maka Islam memberikan beberapa kemudahan yang tertentu bagi orang-orang itu menunaikan kewajipan berpuasa dan sembahyangnya. Contoh lain adalah seperti yang disebut Allah di dalam al-Quran maksudnya ''Maka (jika) kamu tidak mendapat air, hendaklah kamu bertayammum dengan tanah (debu) yang suci''. -- (Al-Quran 4:43 dan 5:6).
Ini berkaitan dengan kewajipan berwuduk bagi orang yang tidak mampu mendapatkan air (atau kerana sakit yang tidak boleh terkena air) maka wuduk itu bolehlah digantikan dengan ''tayammum'' menggunakan debu-debu pasir yang bersih mengikut kaedah-kaedahnya yang tertentu.
Manusia harus mematuhi ajaran-ajaran tertentu dan mengehadkan tindakan serta tatalakunya sesuai dengan kedudukannya sebagai hamba Allah yang tertakluk kepada peraturan dan undang-undang agamanya. Inilah jalan pertengahan yang diambil Islam dalam menentukan gerak laku dan tindakan manusia di atas muka bumi ini supaya manusia tidak menjadi makhluk yang bebas tanpa sekatan, atau menjadi makhluk yang dikongkong tanpa sebarang kebebasan sama sekali. Tujuan jalan pertengahan ini ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kestabilan kehidupan manusia di dunia yang membawa kepada kebahagiaan manusia di akhirat (al-Quran 20:124-126).
Perhatikan firman Allah yang bermaksud:
''Dan demikianlah Kami jadikan kamu suatu umat pilihan lagi adil, supaya kamu layak menjadi saksi kepada umat manusia''. - (al-Quran 2:143)
Ayat ini mengemukakan konsep ''umat pertengahan'' atau ''umat pilihan'' dan ''umat yang adil''. Tafsir Pimpinan Al-Rahman keluaran Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri menterjemahkan ayat ini sebagai ''Dan demikianlah (sebagaimana Kami telah memimpin kamu ke jalan yang lurus), Kami jadikan kamu (wahai umat Muhammad) satu umat yang pilihan lagi adil''.
Sungguhpun pengertian ini tidak merujuk kepada umat pertengahan, umat sederhana dan sebagainya, tetapi dalam ulasan tafsir yang sama dinyatakan bahawa ''Umatan Wasatan'' bermakna ''umat yang pilihan lagi adil'' dan juga bermakna ''umat yang pertengahan'' iaitu ''pertengahan segala pembawaannya, tidak melampaui dan tidak keterlaluan dalam menganut kepercayaannya, demikian juga akhlak dan amalannya, segalanya berkeadaan di tengah-tengah, sama-sama dipandang, dipelajari dan diusahakan meliputi soal-soal dunia dan akhirat...''
ADIL DAN ZALIM
Fenomena dalam masyarakat
Manusia mempunyai dua sifat semulajadi iaitu zalim dan adil. Kedua-dua sifat ini menyebabkan mereka sesat dan tidak melaksanakan amanah Allah Taala. Akibatnya mereka hidup dalam keadaan kufur dan tidak aman. Untuk menyelamatkan mereka daripada keadaan tersebut Allah yang Maha Adil dan Maha Mengetahui memberi hidayah dengan menurunkan Al-Quran dan mengutuskan Rasul supaya mereka dapat berlaku adil dan mempunyai ilmu untuk menghapuskan kezaliman dan menegakkan keadilan.
Ayat Al-Quran berikut merakamkan kenyataan di atas: (Surah Al-Ahzab ayat 72) Ertinya: Sesungguhnya kami telah kemukakan tanggungjawab amanah (kami) kepada langit dan bumi serta gunung-ganang (untuk memikulnya), maka mereka enggan memikulnya dan bimbang tidak dapat menyempurnakannya (kerana tidak ada pada mereka persediaan untuk memikulnya); dan (pada ketika itu) manusia (dengan persediaan yang ada padanya) sanggup memikulnya. (Ingatlah) sesunguhnya tabiat kebaikan manusia adalah suka melakukan kezaliman dan suka pula membuat perkara-perkara yang tidak patut dikerjakan
(Surah Al-Baqarah ayat 213) Ertinya: Pada mulanya manusia itu ialah umat yang satu (menurut agama Allah yang satu, tetapi setelah mereka berselisih), maka Allah mengutuskan Nabi-nabi sebagai pemberi khabar gembira (kepada orang-orang yang beriman dengan balasan Syurga), dan pemberi amaran (kepada orang-orang yang ingkar dengan balasan azab Neraka); dan Allah menurunkan bersama Nabi-nabi itu kitab-kitab suci yang (mengandungi keterangan-keterangan yang) benar, untuk menjalankan hukum di antara manusia mengenai apa yang mereka perselisihkan. Dan (sebenarnya) tidak ada yang melakukan perselisihan melainkan orang-orang yang telah diberi kepada mereka kitab-kitab suci yang tersebut itu, iaitu sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang jelas nyata, ( Mereka berselisih ) semata-mata kerana hasad dengki sesama sendiri. Maka Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang beriman kearah kebenaran yang diperselisihkan oleh mereka (yang derhaka itu), dengan izinnya. Dan Allah sentiasa memberi petunjuk hidayahnya kepada sesiapa yang dikehendakinya ke jalan yang betul dan lurus (mengikut undang-undang peraturannya).
PENGERTIAN ADIL
Terdapat beberapa pengertian yang di buat oleh Ulamak tentang adil: 1. Adil bererti meletakkan sesuatu pada tempatnya. 2. Adil bererti menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang. 3. Adil bererti memberi hak setiap orang yang berhak tanpa lebih dan tanpa kurang sesama orang yang berhak dan menghukum orang yang jahat atau melanggar hukum setara dengan kesalahannya.
Daripada ketiga-tiga pengertian yang tersebut dapatlah dirumuskan bahawa keadilan itu: 1. Menjamin hak individu (diri sendiri dan orang lain). 2. Menghapuskan kezaliman. 3. Melaksanakan hukum dengan saksama. 4. Memastikan orang berkuasa tidak menyalahgunakan kuasa dan orang yang lemah tidak teraniaya.
ADIL KEPADA DIRI SENDIRI
Menurut Islam keadilan dan kezaliman boleh berlaku pada diri sendiri dan pada orang lain. Asas keadilan pada diri sendiri ialah iman, amal Soleh dan akhlak mulia dan asas kezaliman pada diri sendiri ialah kufur, maksiat dan akhlak yang hina. Selain itu setiap orang hendaklah menjaga hak, keperluan dan kehormatan diri sendiri iaitu hak keperluan dan kehormatan rohani dan jasmani. Sebab itu orang Islam di larang daripada membiarkan diri teraniaya. Firman Allah Taala: (Surah Al Baqarah Ayat 195) Ertinya: Dan belanjakan ( apa yang ada pada kamu ) kerana ( menegakkan ) Agama Allah. Dan janganlah kamu sengaja mencampakkan diri ke dalam bahaya kebinasaan (dengan sikap bakhil) dan perbaikilah ( dengan sebaik-baiknya segala usaha dan ) perbuatan kamu, kerana sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berusaha supaya baik amalannya. Lebih utama lagi, bagi menegakkan keadilan pada diri sendiri seseorang itu hendaklah berani mengakui kesalahan dirinya sendiri dan bersedia menerima akibat daripada kesalahan tersebut. Keadilan pada diri sendiri itu dapat dipelihara apabila seseorang itu mempunyai ilmu tentang yang benar (hak) dan yang salah (batil), tentang yang baik dan yang buruk, tentang yang berguna dan sia-sia. Orang yang beriman dan menyedari akan hakikat diri dan amalannya akan sentiasa berdoa kepada Allah Taala seperi doa Nabi Adam Alahissalam.
( Surah Al Araf Ayat 23 ) Ertinya: Mereka berdua merayu : øWahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan kalau engkau tidak mengampunkan kami dan memberi rahmat kepada kami, nescaya menjadilah kami orang-orang yang rugi.Ó
Sabda Rasullallah Sallallahu Alaihi Wasallam; Ertinya: Berlaku adillah walaupun ke atas diri kamu. Orang yang tidak beriman dan orang yang melakukan maksiat sebenarnya orang yang zalim kepada diri sendiri kerana mereka tidak akan terlepas daripada hukuman Allah Taala di dunia dan di akhirat disebabkan mereka tidak mahu menyahut seruan Islam dan tidak patuh kepada hukum yang ditentukan oleh Allah Taala. ADIL KEPADA ORANG LAIN
Keadilan kepada orang lain berasaskan penyempurnaan hak mereka dan melaksanakan hukum secara saksama antara mereka, membela orang yang teraniaya dan menghukum orang yang bersalah. Ini berdasarkan ayat Al-Quran:
(Surah An Nahl Ayat 90) Ertinya:Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebaikan, serta memberikan bantuan kepada kaum kerabat; dan melarang daripada melakukan perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar serta kezaliman. Ia mengajar kamu ( dengan suruhan dan larangannya ini ), supaya kamu mengambil peringatan mematuhinya.(Surah Al Maidah Ayat 42) Ertinya: Dan jika engkau nenghukum, maka hukumlah di antara mereka dengan adil; kerana sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berlaku adil.
Asas bagi melaksanakan keadilan kepada orang lain ialah: 1. Iman dan takwa kepada Allah. 2. Amanah, bertanggungjawab dan Ihsan. 3. Ilmu dan kebenaran bersumberkan Al-Quran, hadis, Ijmak dan qias. 4. berpandukan kaedah atau prosedur melaksanakan hukum atau undang-undang.
Tanpa berpegang pada asas (prinsip) yang tersebut manusia boleh dipengaruhi oleh kepentingan peribadi atau kebendaan sehigga mereka sanggup melakukan kezaliman dlam pelaksanaan keadilan iaitu: 1. Orang yang lemah tidak mendapat haknya dan orang yang kuat merampas hak orang yang lemah. 2. Orang yang bersalah bebas daripada hukuman dan orang yang tidak bersalah teraniaya. 3. hukum tidak berlandaskan kebenaran dan keadilan, tetapi berlandaskan kekuasaan dan kepentingan tertentu.
SIFAT ORANG YANG ADIL.
Antara sifat-sifat orang (hakim) yang dapat berlaku adil. 1. Mempunyai iman yang kukuh dan bertakwa kepada Allah Taala. 2. Menguasai ilmu syariat dan ilmu Aqliah. 3. Melaksanakan amanah dengan penuh tanggungjawab.4. Ikhlas dan bertawakal kepada Allah Taala. 5. Berperibadi mulia iaitu:i- tidak mementingkan diri sendiriii- berperikemanusiaan dan belas Ihsan. iii- Bijak dan tegasiv- Berani menghadapi risiko.
Sabda Rasullalahi Sallallahu Alaihi Wassalam Yang bermaksud : (hakim) itu tiga jenis ; dua daripadanya masuk ke Neraka dan satu daripadanya masuk ke Syurga. Lelaki (hakim) yang tahu perkara yang benar, lalu ia menghukum berlandaskan kebenaran tersebut, maka ia masuk ke Syurga. Dan lelaki (hakim) yang tidak tahu perkara yang benar, lalu ia menjalankan hukuman atas kejahilannya,maka ia masuk ke Neraka.
Ditulis semula oleh: 1. Hj. Kalamhamidi Bin Hj. Abu Bakar 2. Lila Hanizah Bt. Abdul Jalil